Tuesday, February 12, 2008

Pilgub : Pasang Banyak Spanduk = Merakyat

suara unpad,

Dalam momen pemilihan setiap calon berlomba-lomba untuk ‘dekat dengan masyarakat’. Setiap calon lalu menjadi malaikat yang siap mengangkat kesejahteraan rakyat. Jika dalam penentual calon dari pertai mereka berebut simpati elit partai, sekarang waktunya berebut simpati publik, berlomba pasang spanduk!.....

Bandung ramai dengan spanduk, bukan hanya Bandung, tapi juga kota-kota yang lain. Setiap calon Gubernur Jawa Barat yang hari ini terjun dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat seakan kemaruk memasang spanduk dan baligho. Calon yang pernah terlibat dalam pemerintahan provinsi seakan selalu berhasil dan tidak pernah punya jejak kegagalan dalam memerintah, semuanya sangat percaya diri.

Calon baru ingin menceritakan bahwa sebelum mencalonkan ’dari dulu’ mereka sudah lama berjuang dan memikirkan rakyat. Semua calon show up. Sayangnya kita tidak menemukan calon yang mempublikasikan program yang memang telah dikakukan atau dirintis secara konsisten sejak dulu. Yang dapat kita lihat adalah ’parade citra permukaan’.

Obral janji adalah wajar dalam kampanye. Yang tidak wajar adalah ingkar janji ketika terpilih. Karena itu berarti mengesahkan diwajarkannya pengkhianatan terhadap janji. Masalahya kita sangat sering menemukan gap antara janji dan realitas.

Politik Entertainment

Politik tak ubahnya suatu pemilihan idol-idol di TV. Kita dapat membedahnya, kita dapat melihat karakteristiknya, instans, mengeksploitasi emosi, dan temporer.

Instans, para idol mucul tidak melalui proses panjang perjuangan mengasah diri. Sama seperti para Cagub-cawagub. Mareka hadir layaknya para calon idol yang meminta dukugan sms. Tidak penting apa yang telah mereka lakukan sebelumnya. Tidak penting apa pilihan politik mereka sebelumnya. Tidak peduli kegagalan mereka sebelumnya. Yang penting adalah performing art, kontrol beungeut, dan keselarasan warna fashion.

Mengeksploitasi emosi, perasaan menjadi sangat berperan dalam pemilihan. Bukan rasionalitas dan objektivitas terhadap platform dan proker calon. Tapi pada perasaan keberpihakan. Pilihan politik menjadi sangat emosional. Sisi-sisi sensitif, melankolis, dan emosianal diungkapkan. Proker tetap diungkapkan, namun jargon semata. Tidak ada program dan langkah yang jelas. Step-by-step menuju cita-cita tidak diungkapkan. Hanya utopia, hanya mimpi yang dieksploitasi.

Temporer, para idol laku kasetnya beberapa saat setelah mereka terpilih. Setelah itu redup dan mati perlahan. Sama dengan cagub dan cawagub terpilih yang perlahan mati popularitas, kehilangan kepercayaan dan lost contact dengan masyarakat. Bedanya, para idol tidak mengurusi dan megambil kebijakan publik. Sementara para Gubernur dan wakilnya tetap menjadi pengurus dan pengambil kebijakan publik. ’Apa kata dunia???’

Apakah pola politik seperti ini mendidik rakyat?

gambar diambil dari : www.coxandforkum.com/.../Electioneering-X.gif


Read More......

Wednesday, February 6, 2008

Ironis, Ibu Kota Negara Terendam Banjir

Suara-unpad, 5 Februari 2008

Koran-koran nasional dan lokal masih mengangkat berita banjirnya Jakarta sebagai berita utama. Kompas menyatakan kerugian yang diakibatkan banjir yang melanda Jakarta mencapai Rp 9,17 Miliar. Angka itu muncul akibat mandeknya aktivitas ekonomi akibat terputusnya akses trasportasi seperti bus, kereta api dan penerbangan. Kita sebagai warga Unpad selayaknya prihatin dan turut sumbang saran dalam masalah ini.

Pasalnya, disebutkan bahwa angka itu masih merupakan angka sementara. Masih banyak variable-variable lain yang belum terhitung. Ini tentu menentukan citra negara ini. suatu PR besar bagi gubernur Jakarta, Fauzi Bowo dan jajarannya. Agar tidak hanya ramai ’jualan kecap’ saat kampanye, tapi harus bekerja keras setelah menjabat.

Betapa tidak, dipusat kota metropolitan terdapat pengungsi. Bahkan dilaporkan juga kondisi penungsi yang kelaparan di Kota Metropolitan Jakarta tersebut. Tentunya ini memperburuk citra ibu kota. Permasalahan banjir memang telah lama menjadi wacana, tapi hanya sebatas wacana tanpa ada perubahan kodisi yang signifikan.

Biasanya permasalahan seperti ini ditanggapi secara reaksioner oleh pemerintah, padahal ini adalah permasalahan yang menahun. Agaknya pola reaktif dalam masalah banjir ini harus segera dirubah, pola prefentif dengan perencanaan penangulangan banjir yang matang harus segera di launching. Agar warga ibu kota tidak bosan dengan janji-janji semasa kampanye, yang jarang terealisasi.

Tentunya tidak bijak, jika yang korban bencana selalu dilatih untuk tangap namun mereka yang bertugas menanggulangi bencana rasanya sampai sekarang belum juga terlatih. Rasanya jika kondisi ini terus berlangsung, masyarakat bisa saja berfikir bahwa cita-cita pembangunan yang didengung-dengungkan oleh pemerintah hanya utopia dan mimpi di siang bolong.

Jika anda warga Unpad atau Blogger Unpad memiliki solusi atau mau ikut komentar dalam masalah ini comment saja di comment box dibawah. Tentu kita tidak mengiginkan suatu saat mendengar berita, presiden menjadi pengungsi gara-gara Istana Kepresidenan terendam banjir.

Read More......

Unpad Membangun Indonesia

Suara Unpad, 6 Feb 08

Kampus adalah dapur wacana intelektual. Peran kampus dalam membangun masyarakat tentu tidak diragukan lagi. Sayangnya kampus dianggap harus ‘netral’ dari wacana-wacana yang berbau politik. Ini sangat disayangkan.

Jika kita melihat Universitas di negara yang telah memiliki kultur demokrasi, tidak aneh jika dosen, profesor dan civitas akademika lainnya membuka mimbar bebas di taman-taman, selasar kampus atau koridor untuk menyuarakan pandangan kampus mengenai kondisi kebangsaan.

Bebas Politik Partai vs Apolitis.

Kecenderungan yang terjadi adalah kampus seakan harus bebas dari politik. Padahal kampus sebagai kawahcandradimukanya intelektual bangsa tentulah harus politis jika masih peduli pada kondisi masyarakat dan kondisi kebangsaan. Pasalnya dalam politik kita membahas kebijakan-kebikan yang menentukan nasib publik. Ketika kampus apolitis maka kampus tidak lagimemperdulikan suara publik.

Jadi, apolitis beda dengan menolak kampus masuk dalam area politik praktis (baca partai). Kampus tentu tidak dapat berafiliasi dengan partai politik. Secara personal orang dibebaskan untuk memilih dan aktif di partai politik, tapi tidak untuk kampus. Namun itu tidak berarti kampus tidak memiliki pandangan terhadap kondisi kebangsaan.

Unpad bersuara

Sudah saatnya Unpad memainkan perannya sebagai universitas untuk ikut menyuarakan aspirasi masyarakat. Minimal memberikan pandangannya terhadap kodisi kemasyarakatan. Unpad harus menjadi suatu subsistem dalam bangsa ini, kini waktuya unpad connections memainkan perannya. Jika alumni kampus luar negeri (misal:Berkeley) saja bisa memainkan perannya begitu besar dinegara ini, mengapa Unpad tidak?. Padahal Unpad jelas-jelas dibangun untuk menjadi sumber SDM berkualitas bagi pembangunan negeri ini.

Masyarakat menunggu Unpad bersuara, menilai realitas, memandu masyarakat, dan berperan aktif dalam membangun Bangsa. Saatnya elemen unpad bersuara dan bersama-sama membangun bangsa.

Unpad Berbenah,

Membangun Masyarakat!

Membangun Bangsa!

Read More......